Rabu, 12 Desember 2012

Komunikasi dan Konseling part 7



KOMUNIKASI AGRESIF, PASIF dan ASERTIF 

            Berdasarkan sifat dasar manusia terdapat beberapa kebiasaan manysia ketika berhadapan dengan orang lain. Kebiasaan-kebiasaan tersebut akan terlihat jelas ketika mereka melakukan pembicaraan dan tindakan terhadap orang lain. Dari pembicaraan dan tindakan tersebut akan dapat diketahui jenis kebiasaan mana yang sedang diperani oleh orang tersebut yang dalam hal komunikasi tentu akan memudahkan kita mengikuti gaya komunikasi lawan bicara yang pada akhirnya akan meningkatkan efektivitas komunikasi itu sendiri. Ada tiga kebiasaan manusia yang dimaksud, yaitu:agresif, pasif, dan asertif.Ada 3 bentuk komunikasi:
1.      Komunikasi Agresif
Adalah komunikasi dimana kebutuhan, keinginan dan hasrat atau kekhawatiran, seseorang yang dibebankan kepada orang lain.
2.      Komunikasi Pasif
Adalah komunikasi dimana keinginan, kebutuhan, dan hasrat atau kekhawatiran seseorang tidak diungkapkan secara eksplisit.
3.      Komunikasi Asertif
Adalah komuikasi antara dua orang dimana keduanya dapat mengungkapkan kebutuhan, keinginan, dan hasrat atau kekhawatiran mereka, dan terdapat kesempatan bagi keduanya untuk saling mendengar dan memberikan respon secara tidak defensive.

Pesan asertif adalah pesan yang terbuka yang membantu atau meningkatkan komunikasi yang efektif, penuh pemahaman dan kedekatan.

Ciri-ciri dari 3 bentuk komunikasi diatas:
1.      Komunikasi Agresif
Ciri-cirinya:
·         Superior dan percaya diri berlebihan, ingin kemauan dan pendapatnya diikuti
·         Memaksa orang untuk melakukan hal-hal yang tidak dilakukan
·         Keras dan bermusuhan, menyerang secara fisik atau verbal
·         Interupsi, intimidasi, berperan sebagai pengatur, kurang kontrol emosi
·         Ingin menang dengan segala cara
2.      Komunikasi Pasif
Ciri-cirinya:
·         Interior dan tidak percaya diri, menghindari konflik
·         Mengikuti tuntutan dan kemauan orang lain, mengutamakan orang lain
·         Tidak mampu mempertahankan hak dan pribadinya, selalu mengedepankan orang lain
·         Cepat merasa bersalah, minta maaf berlebihan, memendam perasaan, tidak bisa ambil keputusan
3.      Komunikasi Asertif
Ciri-cirinya:
·      Percaya diri
·      Terbuka dan jujur terhadap pendapat diri dan orang lain, berfikir positif
·      Mendengarkan pendapat pribadi tanpa mengorbankan perasaan orang lain
·      Mencari solusi bersama dan keputusan, mengatasi konflik
·      Menghargai diri sendiri dan orang lain, menyatakan perasaan pribadi, jujur tetapi hati-hati
·      Mempertahankan hak

Bahasa Tubuh
            Tiga bentuk komunikasi diatas menunjukkan bahasa tubuh yang berbeda-beda yang dapat dilihat pada table dibawah ini:
Bahasa tubuh untuk tiga jenis komunikasi

Asertif
Agresif
Pasif
Postur
Tegak lurus
Condong kedepan
Agak mundur
Head
Santai, tidak kaku
Mendongak keatas
Menunduk
Eye
Langsung, tidak melototi, biasa/santai
Melototi seolah-olah mengamuk
Tidak berani menatap
Face
Ekspresi sesuai kata-kata yang keluar
Tegas
Tersenyum meski kesal
Voice
Sesuai dengan kontak
Keras
Ragu/lembut
Arms/Hands
Santai, bergerak bebas
Terkontrol, menunjuk ke suatu obyek, terkepal keras
Diam
Movement/walking
Terukur, sesuai tindakan
Lambat & keras atau cepat, bebas, keras
Lambat & ragu-ragu/cepat tapi terkesan terburu-buru

Mengapa sikap asertif diperlukan?
            Pesan-pesan agresif dan pasif keduanya merugikan, terkaadng tidak hanya merugikan percakapan tetapi seringkali juga merugikan relasi. Komunikasi pasif membiarkan pengirim atau penerima pesan dengan pikiran-pikiran atau perasaan yang masih memerlukan ungkapan ini sering menimbulkan kebencian atau keyakinan bahwa seseorang telah salah mengerti atau bahwa apa yang dikatakan tidak ada akibatnya pada orang lain.
Perilaku agresif mempunyai efek merugikan yang langsung dan jelas terlihat pada korbannya, sehingga terkadang tidak teramatioleh si aggressor dan cenderung menimbulkan reaksi “fight atau flight” (melawan atau melarikan diri).
Kepasifan yang lama sering menjurus keledakan agresif jika terjadi rangsangan yang “tepat” dan pada saat tersebut tidak lagi ada waktu untuk diskusi dan mediasi.
 Perilaku asertif diperlikan jika dilihat dari dua sudut pandang, yaitu:
  1. sikap asertif menunjukkan komunikasi yang terbuka, dewasa, dan langsung yang memungkinkan orang lain untuk melihat dan mengetahui perasaan seseorang serta meningkatklan harga diri.
  2. Merupakan cara yang tidak terlalu mahal untuk menciptakan hubungan antar pribadi yang efektif daripada perilaku pasif dan agresif.

Tujuan utama dari sikap asertif
      Terdapat tiga tingkatan dimana sikap asertif ini terjadi, yaitu teknik-teknik sikap asertif, pola respon asertif dan pola hidup asertif. Awalnya seseorang belajar dan berlatih teknik-teknik asertif, seperti: membuat permintaan, mengatakan tidak, menerima pujian, dan mengungkapkan kekhawatiran akan menjadi lebih mudah, sehingga orang akan lebih menghargai dirinya dan interaksi akan menungkat. Selanjutnya akan menjurus kepola respon asertif, dimana sikap asertif menjadi lebih terasa wajar dab ditandai oleh ungkapan-ungkapan verbal da non verbal yang terbuka. Pada tingkat akhir seseorang dapat mengembangkan pola hidup asertif yang meliputi kesadaran intra dan interpersonal.
      Bila pelatihan sikap asertif telah dialkukan dengan mengikuti tiga tingkatan tersebut diatas, maka tercapailah tujuan utama dari sikap asertif, yaitu:
1.      Kemudahan dalam hubungan interpersonal
2.      Keselarasan pikiran, perasaan dan perilaku
3.      kemauan menerima tanggung jawab serta akibat dari tindakan tersebut

 Unsur-unsur asertif
            Secara garis besar asertif dapat dibagi menjadi dua unsur yaitu verbal dan non verbal. Sebuah komunikasi harus mengandung kedua unsur ini.

 1.    Unsur non verbal
 Unsur-unsur non verbal dari prilaku meliputi :
          Kekerasan suara
Nada yang asertif harus keras dan tegas sehingga terdengar dengan jelas tetapi tidak boleh terlalu pelan maupun keras sehingga memakakan telinga.
Contoh : apoteker dalam menberikan informasi tentang penggunaan obat pada pasien harus dengan nada bicara yang dapat didengar oleh pasien.

          Kelancaran
Kelancaran bicara orang asretif adalah kecepatan bisara yang sedang dan tidak terputus-putus.tidak terlalu banyak menggunakan penggantian kata-kata “pengisi” seperti “uh”, “er”, “huh”, “anda tahu”, “seperti”. Sehingga cenderung terlihat sebagai orang yang ragu-ragu. Sedangkan orang yang berbicara terlalu cepat dianggap sebagai orang yang terlalu membebani.
Contoh : apoteker dalam memberikan informasi kepada pasien harus dengan intonasi yang baik, lancar, tidak terlalu cepat, tidak gagap, tidak lambat dan tidak menggunakan banyak kata pengisi.

       Kontak mata
Kontak mata asertif baerarti bahwa seseorang mampu memandang wajah penerima secara terus menerus tetapi tanpa intensitas tertentu yang membuat penerima merasa ditantang
Contoh : ketika memberikan informasi, apoteker harus menatap pasien agar pasien dapat menangkap informasi yang diberikan dengan jelas dan pasien dapat memberikan umpan balik komunikasi.

         Ungkapan wajah
Seseorang dalam berkomunikasi selalu disertai ungkapan wajah (ekspresi) dimana dalam berkomunikasi asertif harus mampu menyelaraskan kata-kata dengan dengan irama serta ungkapan wajah.
Contoh : bila marah janganlah tersenyum, bila merasa senang tersenyumlah, bila tidak mengerti kerutkan dahi.

         Ungkapan tubuh
Orang yang asertif dalam ungkapan tubuhnya akan tampak santai tetapi tidak membungkuk, berdiri tegak tanpa menjadi kaku dan menggunakan tangan serta bahu untuk menekankan pembicaraan mereka tanpa menjadi terlalu maksa atau kasar.
Contoh : seorang asisten apoteker dalam melayani pasien harus tampak santai dan menghormati pasien, tidak bermalas-malasan atau menunjukan sikap kaku dan kasar.

          Jarak
Orang yang asertif akan berdiri cukup dekat sehingga tidak banyak yang akan lewat diantara mereka dan penerima mereka (lawan bicara) tetapi tidak terlalu dekat sehingga memecahkan “gelembung” mereka. Istilah “gelembung” menurut Sommer (1969) telah ditetapkan untuk batas tidak kasat mata yang digunakan seseorang untuk melindungi dirinya dari intrusi orang lain.
Contoh : seorang apoteker akan berada cukup dekat kepada pasiennya ketika memberikan informasi. Tidak terlalu jauh karena pasien akan merasa direndahkan dan pasien terkadang jadi kurang paham dengan penjelasan apotekernya, dan tidak terlalu dekat karena akan membuat pasien merasa kurang nyaman.

2.      Unsur verbal
  5 unsur verbal dari pernyataan yang asertif, yaitu :
·         Mengatakan tidak
Sebuah aspek penting dari menggatakan tidak secara asertif adalah penolakan dipahami dan dipercaya. Tujuannya adalah mengatakan tidak dengan tegas dan tanpa kompromi sementara tetap mengakui hak orang lain untuk meminta. Mengatakan tidak secara asertif berarti seseorang dapat menolak sebuah permintaan dan memberi alasan dari penolakannya sambil menunjukan bahwa orang lain tersebut telah didengarkan.
Contoh : seorang AA yang ingin menolak permintaan teman kerjanya untuk menukar jam kerja, dia berkata “Saya mengerti bahwa kamu benar-benar ingin menukar jam kerja dengan saya, tetapi saya tidak dapat melakukannya pada hari rabu, kerena saya sudah mempunyai rencana lain”.

·         Menunjukan sikap
Unsur asertif ini merupakan respon terhadap suatu situasi, dimana kuncinya adalah kejelasan dari posisi seseorang, penghargaan diri dengan mana posisi tersebut dinyatakan dan pemahaman tentang posisi orang lain.
Contoh : seorang apoteker tidak setuju dengan keinginan pasien untuk membeli setengah resep antibiotika, dia berkata “saya mengerti sekali keadaan bapak, tetapi saya tidak setuju kalau bapak hanya menebus setengah resep obat tersebut”.

·         Meminta pertolongan
Ketika meminta pertolongan, bersikap asertif berarti menyatakan masalah dengan jelas dan membuat permintaan yang khusus. Permintaan harus berakhir dengan persetujuan atau dengan pemahaman mengapa tidak dapat atau tidak disetujui. Jangan mengakhiri pembicaraan sebelum titik ini dicapai.
Contoh : seorang pasien tidak boleh malu untuk bertanya cara pakai obat kepada apoteker sampai dia mengerti cara pakai obat tersebut.

·         Mengajukan hak
Unsur ini intinya hampir sama dengan unsur permintaan pertolongan, yaitu menyatakan masalah, membuat permintaan khusus untuk perbaikan atau perubahan dan bertahan sampai seseorang mengkomunikasikan sebuah hal dengan efektif.
Contoh : seorang pasien berhak memperoleh penjelasan bagaiman cara mengkonsumsi obat yang dibelinya tersebut secara benar.

·         Ungkapan perasaan
Orang mungkin tidak mengetauhi perasaan orang lain kecuali jika perasan itu diungkapkan dengan kata-kata. Ungkapan perasaan dari sikap asertif adalah mengungkapkan emosi seperti marah dan kasih sayang.
Contoh : jika seorang pasien berterima kasih kepada apoteker karena telah dilayani dengan baik, maka apoteker membalas ucapan tersebut dengan asertif yaitu dengan berkata “terima kasih kembali Bu, semoga lekas sembuh”.


Kesimpulan
Cara berkomunikasi yang baik tidak hanya dipengaruhi keberhasilan kita berinteraksi dengan orang lain, tetapi lebih jauh lagi, mampu berkomunikasi dengan baik menjadikan kita terampil dalam mengambil keputusan.

Komunikasi dan Konseling part 6



Komunikasi Terapeutik dan Komunikasi Sosial 


          Komunikasi terapeutik merupakan bagian dari komunikasi sosial yang direncanakan secara sadar dan merupakan proses penyampaian informasi antara pengirim pesan dengan interaksi antara keduannya yang bertujuan untuk mendorong proses penyembuhan pasien, seperti meningkatkan pengetahuan, sikap dan kepatuhan pasien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antara apoteker atau petugas kesehatan lain kepada pasien.
            Tujuan komunikasi terapeutik adalah sebagai berikut:
1.      Mengkaji ulang perasaan, pikiran, pengalaman pribadi.
2.      Mengarah pada pemecahan masalah pasien melalui identifikasi.
3.      Mengerti tentang masalah yang dihadapi.

Komunikasi sosial merupakan komunikasi yang sering terjadi sehari-hari antar perorangan dan tidak terdapat suatu tujuan pengobatan atau terapi, biasanya terdapat basa-basi.

Perbedaan komunikasi terapeutik dan komunikasi sosial antara lain:
                   Komunikasi Terapeutik
                       Komunikasi Sosial
1.      Komunikasi antara apoteker atau petugas kesehatan lain dengan pasien.
2.      Lebih akrab karena mempunyai tujuan.
3.      Mempunyai focus pada pasien yang membutuhkan.
4.      Apoteker atau petugas kesehatan lain aktif memberikan respon kepada pasien.
1.      Komunikasi yang terjadi setiap hari antar perorangan.
2.      Bersifat dangkal.
3.      Tidak ada fokus, lebih mengarah pada kebersamaan dan aktivitas sosial.
4.      Dapat direncanakan atau tidak direncanakan.

    Teknik komunikasi terapeutik sebagai berikut:
1. Mendengarkan dengan penuh perhatian.
              Mendengar merupakan dasar utama dalam komunikasi. Mendengar dengan penuh perhatian sangat diperlukan untuk mengerti seluruh pesan verbal maupun non verbal. Mendengarkan dengan penuh perhatian dapat ditunjukkan dengan sikap seperti memandang pasien ketika sedang berbicara, mempertahankan kontak mata dengan pasien yaitu kita menunjukkan sikap menghargai pasien, menunjukkan sikap tubuh yang perhatian dan lebih terbuka,dan mencondongkan kepala kea rah lawan bicara.

2. Menunjukkan penerimaan.
           Menerima tidak berarti menyetujui, menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau tidak setuju. Sikap yang menunjukkan penerimaan adalah mendengarkan tanpa memutus pembicaraan, memberikan umpan balik verbal yang menunjukkan pengertian, dan menghindari terjadinya perdebatan.

3. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan.
     Tujuan apoteker bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai apa yang ingin disampaikan oleh pasien. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tersebut hendaknya dikaitkan dengan topic yang dibicarakan. 

 4. Mengulangi ucapan pasien dengan menggunakan kata-kata sendiri
Dengan mengulang kembali ucapan pasien, apoteker memberikan umpan balik, sehingga pasien mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan mengharapkan komunikasi berlanjut.
Contoh :
     Pasien      : “Saya tidak dapat tidur, sepanjang malam saya terjaga.”
  Apoteker : “Jadi Saudara mengalami kesulitan untuk tidur?” 

5. Klarifikasi
       Klarifikasi diperlukan ketika adanya perbedaan persepsi, dimana pengertian pasien tidak sama dengan pengertian kita. Maka kita sebagai apoteker perlu untuk mengklarifikasi informasi yang kurang benar, menyamakan pengertian sehingga tidak terjadi kesalahpahaman lebih lanjut. Agar pesan dapat sampai dengan benar, kadang apoteker perlu memberikan contoh yang konkrit dan mudah dimengerti pasien.

6. Memfokuskan
       Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan, sehingga lebih spesifik dan dimengerti. Apoteker tidak seharusnya memutus pembicaraan pasien ketika menyampaikan masalah yang penting, kecuali jika pembicaraan berlanjut tanpa informasi yang baru.

7. Menyampaikan hasil observasi
  Apoteker perlu memberikan umpan balik kepada pasien dengan menyatakan hasil pengamatannya, sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima dengan benar. Apoteker dalam menguraikan hasil pengamatannya sering membuat pasien berkomunikasi lebih jelas tanpa harus bertambah memfokuskan atau mengklarifikasi pesan.
Contoh :
-          “Anda tampak cemas dan terlihat pucat, apa yang terjadi pada Anda?”
 
8. Menawarkan informasi
     Tambahan informasi ini memungkinkan penghayatan yang lebih baik bagi pasien terhadap keadaannya. Memberikan tambahan informasi juga bertujuan untuk memfasilitasi klien dalam mengambil keputusan dan menambah kepercayaan pasien terhadap apoteker.

9. Diam
            Diam memberikan kesempatan kepada apoteker da pasien untuk mengorganisir pikiranannya. Diam memungkinkan pasien untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya, dan memproses informasi. Diam terutama berguna pada saat pasien harus mengambil keputusan. Keadaan diam harus dilakukan pada saat yang tepat, agar tidak menyinggung perasaan pasien.

10. Meringkas
            Meringkas adalah pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat. Meringkas pembicaraan membantu apoteker mengulang aspek penting dalam interaksinya dan mempermudah pasien dalam menyerap pengetahuan yang diberikan oleh apoteker, sehingga dapat melanjutkan pembicaraan dengan topik yang berkaitan.

11. Memberikan penghargaan
         Memberi salam pada pasien dengan menyebutkan namanya, menghargai pasien sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai hak dan tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai individu. Penghargaan tersebut jangan sampai menjadi beban baginya, dalam arti kata jangan sampai pasien berusaha keras dan melakukan segalanya demi mendapatkan pujian atau persetujuan atas perbuatannya.
Contoh :
-          “Selamat pagi Ibu Tina.”
-          “Ibu terlihat cantik hari ini.”

12. Menawarkan diri
            Pasien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang lain atau pasien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Apoteker harus mampu menawarkan kehadirannya dan menunjukkan rasa tertarik. Teknik komunikasi ini harus dilakukan tanpa pamrih.
            Contoh : “Apa ada yang bisa saya bantu ?”

13. Memberi kesempatan kepada pasien untuk memulai pembicaraan
        Memberi kesempatan pada pasien untuk berinisiatif dalam memilih topik pembicaraan. Apoteker dapat mendorong pasien yang merasa ragu untuk memulai pembicaraan sehingga dapat mengambil inisiatif dan merasa bahwa ia diharapkan untuk membuka pembicaraan.
            Contoh :
-          “Apakah ada sesuatu yang ingin anda bicarakan?”
-          “Apakah yang sedang saudara pikirkan?”

14. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan
     Teknik ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan. Apoteker lebih berusaha untuk menafsirkan daripada mengarahkan diskusi / pembicaraan.
     Contoh :
-                    “…dan kemudian…”
-                    “…lalu, apa yang terjadi setelah itu?”

15. Menempatkan kejadian secara berurutan
         Kelanjutan dari suatu kejadian secara berurutan akan membantu apoteker dan pasien untuk melihat kejadian berikutnya sebagai akibat kejadian yang pertama. Apoteker akan dapat menentukan pola kesukaran interpersonal dan memberikan data tentang pengalaman yang memuaskan dan berarti bagi pasien dalam memenuhi kebutuhannya. Hal ini berguna untuk memudahkan pasien untuk mencerna masalah yang sedang dibicarakan.

16. Memberikan kesempatan pada pasien untuk menguraikan persepsinya
        Apabila apoteker ingin mengerti pasien, maka ia harus melihat segala sesuatu dari perspektif pasien. Pasien harus merasa bebas untuk menguraikan persepsinya kepada apoteker.
      Contoh : “Bagaimana ibu mengetahui, kalau ibu menderita diabetes?” 

17. Refleksi
        Refleksi memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengemukakan dan menerima ide dan perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Apabila pasien bertanya apa yang harus ia lakukan maka apoteker dapat menjawab: “Menurut anda bagaimana?” atau “Bagaimana perasaan atau pendapat anda?”. Dengan demikian apoteker mengindikasikan bahwa pendapat pasien adalah berharga dan ia mempunyai hak untuk mampu melakukan hal tersebut, sehingga ia akan berpikir bahwa dirinya adalah manusia yang mempunyai kapasitas dan kemampuan sebagai individu yang dapat berpikir.
Contoh : 
Pasien     : “Apakah menurut ibu saya harus mengatakannya pada dokter?”
Apoteker : “Apakah menurut anda, anda harus mengatakannya?”

Terdapat beberapa karakteristik yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik, antara lain:
1. Kejujuran
Kejujuran merupakan modal utama agar dapat melakukan komunikasi yang bernilai terapeutik, tanpa kejujuran mustahil dapat membina hubungan saling percaya. Klien hanya terbuka dan jujur pula dalam memberikan informasi yang benar hanya bila yakin bahwa apotekernya dapat dipercaya.
2. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif
Dalam komunikasi hendaknya menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti oleh pasien. Komunikasi non verbal dapat mendukung komunikasi verbal yang disampaikan.
3. Bersikap positif
Bersikap positif dapat ditunjukkan dengan sikap yang hangat, ketulusan, penuh perhatian, dan penghargaan terhadap pasien.
4. Empati bukan simpati
Sikap empati sangat diperlukan sehingga kita mampu merasakan dan memikirkan permasalahan pasien seperti yang dirasakan dan dipikirkan oleh pasien. Dengan empati kita dapat memberikan alternatif pemecahan masalah bagi pasien, karena meskipun kita turut merasakan permasalahan yang dirasakan pasien,tapi kita tidak larut ke dalam masalah tersebut sehingga kita dapat memikirkan masalah yang dihadapi oleh pasien secara objektif. Sikap simpati membuat kita tidak mamapu melihat permasalahan secara objektif karena kita terlibat secara emosional dan terlarut di dalamnya.
5. Mampu melihat permasalahan pasien dari sudut pandang pasien
Agar dapat membantu memecahkan masalah, kita harus memandang permasalahan tersebut dari sudut pandang pasien. Untuk itu kita harus menggunakan teknik active listening dan kesabaran dalam mendengarkan ungkapan pasien. Jika kita menyimpulkan secara tergesa-gesa dengan tidak menyimak secara keseluruhan ungkapan pasien akibatnya dapat fatal, karena dapat saja diagnosa tidak sesuai dengan masalah pasien.
6. Menerima pasien apa adanya.
Jika seseorang diterima dengan tulus, seseorang akan merasa nyaman dan aman dalam menjalin hubungan terapeutik. Memberikan penilaian atau mengkritik pasien berdasarkan nilai-nilai yang diyakini oleh apoteker menunjukkan bahwa apoteker tidak menerima pasien apa adanya.
7. Sensitif terhadap perasaan pasien.
Tanpa kemampuan ini hubungan terapeutik sulit terjalin dengan baik, karena jika tidak sensitif apoteker dapat saja melakukan pelanggaran batas, privasi dan menyinggung perasaan pasien.
 8. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu pasien atau apoteker.
Seseorang yang selalu menyesali tentang apa yang terjadi pada masa lalunya tidak akan mampu berbuat yang terbaik. Sangat sulit bagi apoteker untuk membantu pasien jika ia sendiri  memiliki setumpuk masalah dan ketidakpuasan dalam hidupnya.

Lima sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi terapeutik yaitu:
  1. Berhadapan. Arti posisi ini adalah  “Saya siap untuk anda”.
  2. Mempertahankan kontak mata. Kontak mata dapat berarti menghargai pasien& menyatakan keinginan berkomunikasi.
  3. Membungkuk ke arah pasien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar sesuatu.
  4. Mempertahankan sikap terbuka, seperti: tidak melipat kaki atau tangan. Sikap ini menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.
  5. Tetap relaks, tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberikan respon pasien.
Sikap terapeutik dapat teridentifikasi melalui perilaku non verbal antara lain:
  1. Isyarat vokal, misal: tekanan suara, kualitas suara, tertawa, irama dan kecepatan berbicara.
  2. Isyarat tindakan, semua gerakan tubuh, termasuk ekspresi wajah dan sikap tubuh.
  3. Isyarat objek, misal: pakaian dan benda pribadi lainnya.
  4. Sentuhan.
Adapun faktor – faktor yang dapat menghambat proses komunikasi terapeutik antara lain:
a)      Kemampuan pemahaman yang berbeda.
b)      Pengamatan atau penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa lalu.
c)      Komunikasi satu arah.
d)     Kepentingan yang berbeda.
e)      Memberikan jaminan yang tidak mungkin.
f)       Membicarakan hal – hal yang bersifat pribadi.
g)      Menuntut bukti, tantangan serta penjelasan dari pasien mengenai tindakannya.
h)      Memberikan kritik mengenai perasaan penderita.
i)        Menghentikan/mengalihkan topik pembicaraan.
j)        Yang seharusnya mendengarkan malah terlalu banyak bicara.
k)      Kecakapan yang kurang dalam berkomunikasi.
l)        Kurang pengetahuan.
m)    Jarak fisik.
n)      Tidak ada persamaan persepsi.
o)      Mendominir pembicaraan.

Moral : Dalam pelayanan kefarmasian sangat perlu dilakukan komunikasi terapeutik. Karena selain diberikan pengobatan yang tepat, juga diberikan pengertian dan informasi penting bagi pasien terhadap kondisi dan penyakitnya. Hal ini berguna untuk meningkatkan taraf kesehatan dan pengetahuan masyarakatnya, sehingga tercipta masyarakat  yang sehat dan dinamis dengan pengetahuan yang dimiliki oleh masing – masing individunya.