Komunikasi Terapeutik dan Komunikasi Sosial
Komunikasi terapeutik merupakan bagian
dari komunikasi sosial yang direncanakan secara sadar dan merupakan proses
penyampaian informasi antara pengirim pesan dengan interaksi antara keduannya
yang bertujuan untuk mendorong proses penyembuhan pasien, seperti meningkatkan
pengetahuan, sikap dan kepatuhan pasien. Komunikasi terapeutik termasuk
komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antara
apoteker atau petugas kesehatan lain kepada pasien.
Tujuan komunikasi terapeutik adalah
sebagai berikut:
1. Mengkaji
ulang perasaan, pikiran, pengalaman pribadi.
2. Mengarah
pada pemecahan masalah pasien melalui identifikasi.
3. Mengerti
tentang masalah yang dihadapi.
Komunikasi sosial
merupakan komunikasi yang sering terjadi sehari-hari antar perorangan dan tidak
terdapat suatu tujuan pengobatan atau terapi, biasanya terdapat basa-basi.
Perbedaan komunikasi
terapeutik dan komunikasi sosial antara lain:
Komunikasi Terapeutik
|
Komunikasi Sosial
|
1. Komunikasi
antara apoteker atau petugas kesehatan lain dengan pasien.
2. Lebih
akrab karena mempunyai tujuan.
3. Mempunyai
focus pada pasien yang membutuhkan.
4. Apoteker
atau petugas kesehatan lain aktif memberikan respon kepada pasien.
|
1. Komunikasi
yang terjadi setiap hari antar perorangan.
2. Bersifat
dangkal.
3. Tidak
ada fokus, lebih mengarah pada kebersamaan dan aktivitas sosial.
4. Dapat
direncanakan atau tidak direncanakan.
|
Teknik komunikasi terapeutik sebagai berikut:
1.
Mendengarkan dengan penuh perhatian.
Mendengar merupakan dasar
utama dalam komunikasi. Mendengar dengan penuh perhatian sangat diperlukan
untuk mengerti seluruh pesan verbal maupun non verbal. Mendengarkan dengan
penuh perhatian dapat ditunjukkan dengan sikap seperti memandang pasien ketika
sedang berbicara, mempertahankan kontak mata dengan pasien yaitu kita
menunjukkan sikap menghargai pasien, menunjukkan sikap tubuh yang perhatian dan
lebih terbuka,dan mencondongkan kepala kea rah lawan bicara.
2.
Menunjukkan penerimaan.
Menerima tidak berarti menyetujui,
menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan
keraguan atau tidak setuju. Sikap yang menunjukkan penerimaan adalah
mendengarkan tanpa memutus pembicaraan, memberikan umpan balik verbal yang
menunjukkan pengertian, dan menghindari terjadinya perdebatan.
3. Menanyakan
pertanyaan yang berkaitan.
Tujuan
apoteker bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai apa
yang ingin disampaikan oleh pasien. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
tersebut hendaknya dikaitkan dengan topic yang dibicarakan.
4.
Mengulangi ucapan pasien dengan menggunakan kata-kata sendiri
Dengan mengulang kembali ucapan pasien, apoteker
memberikan umpan balik, sehingga pasien mengetahui bahwa pesannya dimengerti
dan mengharapkan komunikasi berlanjut.
Contoh :
Pasien : “Saya tidak dapat tidur, sepanjang
malam saya terjaga.”
Apoteker :
“Jadi Saudara mengalami kesulitan untuk tidur?”
5. Klarifikasi
Klarifikasi
diperlukan ketika adanya perbedaan persepsi, dimana pengertian pasien tidak
sama dengan pengertian kita. Maka kita sebagai apoteker perlu untuk
mengklarifikasi informasi yang kurang benar, menyamakan pengertian sehingga
tidak terjadi kesalahpahaman lebih lanjut. Agar pesan dapat sampai dengan
benar, kadang apoteker perlu memberikan contoh yang konkrit dan mudah
dimengerti pasien.
6. Memfokuskan
Metode ini dilakukan dengan tujuan
membatasi bahan pembicaraan, sehingga lebih spesifik dan dimengerti. Apoteker
tidak seharusnya memutus pembicaraan pasien ketika menyampaikan masalah yang
penting, kecuali jika pembicaraan berlanjut tanpa informasi yang baru.
7. Menyampaikan hasil observasi
Apoteker
perlu memberikan umpan balik kepada pasien dengan menyatakan hasil
pengamatannya, sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima dengan benar.
Apoteker dalam menguraikan hasil pengamatannya sering membuat pasien
berkomunikasi lebih jelas tanpa harus bertambah memfokuskan atau
mengklarifikasi pesan.
Contoh
:
-
“Anda tampak cemas dan
terlihat pucat, apa yang terjadi pada Anda?”
8. Menawarkan informasi
Tambahan informasi ini memungkinkan
penghayatan yang lebih baik bagi pasien terhadap keadaannya. Memberikan
tambahan informasi juga bertujuan untuk memfasilitasi klien dalam mengambil
keputusan dan menambah kepercayaan pasien terhadap apoteker.
9. Diam
Diam
memberikan kesempatan kepada apoteker da pasien untuk mengorganisir
pikiranannya. Diam memungkinkan pasien untuk berkomunikasi terhadap dirinya
sendiri, mengorganisir pikirannya, dan memproses informasi. Diam terutama
berguna pada saat pasien harus mengambil keputusan. Keadaan diam harus
dilakukan pada saat yang tepat, agar tidak menyinggung perasaan pasien.
10. Meringkas
Meringkas
adalah pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat.
Meringkas pembicaraan membantu apoteker mengulang aspek penting dalam
interaksinya dan mempermudah pasien dalam menyerap pengetahuan yang diberikan
oleh apoteker, sehingga dapat melanjutkan pembicaraan dengan topik yang
berkaitan.
11. Memberikan
penghargaan
Memberi salam pada pasien dengan
menyebutkan namanya, menghargai pasien sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai
hak dan tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai individu. Penghargaan
tersebut jangan sampai menjadi beban baginya, dalam arti kata jangan sampai
pasien berusaha keras dan melakukan segalanya demi mendapatkan pujian atau
persetujuan atas perbuatannya.
Contoh
:
-
“Selamat
pagi Ibu Tina.”
-
“Ibu
terlihat cantik hari ini.”
12. Menawarkan diri
Pasien mungkin belum siap untuk
berkomunikasi secara verbal dengan orang lain atau pasien tidak mampu untuk
membuat dirinya dimengerti. Apoteker harus mampu menawarkan kehadirannya dan
menunjukkan rasa tertarik. Teknik komunikasi ini harus dilakukan tanpa pamrih.
Contoh
: “Apa ada yang bisa saya bantu ?”
13. Memberi kesempatan kepada pasien untuk memulai
pembicaraan
Memberi
kesempatan pada pasien untuk berinisiatif dalam memilih topik pembicaraan.
Apoteker dapat mendorong pasien yang merasa ragu untuk memulai pembicaraan
sehingga dapat mengambil inisiatif dan merasa bahwa ia diharapkan untuk membuka
pembicaraan.
Contoh
:
-
“Apakah
ada sesuatu yang ingin anda bicarakan?”
-
“Apakah
yang sedang saudara pikirkan?”
14.
Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan
Teknik
ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengarahkan hampir seluruh
pembicaraan. Apoteker lebih berusaha untuk menafsirkan daripada mengarahkan
diskusi / pembicaraan.
Contoh :
-
“…dan
kemudian…”
-
“…lalu,
apa yang terjadi setelah itu?”
15.
Menempatkan kejadian secara berurutan
Kelanjutan
dari suatu kejadian secara berurutan akan membantu apoteker dan pasien untuk
melihat kejadian berikutnya sebagai akibat kejadian yang pertama. Apoteker akan
dapat menentukan pola kesukaran interpersonal dan memberikan data tentang
pengalaman yang memuaskan dan berarti bagi pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
Hal ini berguna untuk memudahkan pasien untuk mencerna masalah yang sedang
dibicarakan.
16.
Memberikan kesempatan pada pasien untuk menguraikan persepsinya
Apabila
apoteker ingin mengerti pasien, maka ia harus melihat segala sesuatu dari
perspektif pasien. Pasien harus merasa bebas untuk menguraikan persepsinya
kepada apoteker.
Contoh : “Bagaimana ibu mengetahui, kalau
ibu menderita diabetes?”
17. Refleksi
Refleksi memberikan kesempatan kepada pasien untuk
mengemukakan dan menerima ide dan perasaannya sebagai bagian dari dirinya
sendiri. Apabila pasien bertanya apa yang harus ia lakukan maka apoteker dapat
menjawab: “Menurut anda bagaimana?” atau “Bagaimana perasaan atau pendapat
anda?”. Dengan demikian apoteker mengindikasikan bahwa pendapat pasien adalah
berharga dan ia mempunyai hak untuk mampu melakukan hal tersebut, sehingga ia
akan berpikir bahwa dirinya adalah manusia yang mempunyai kapasitas dan
kemampuan sebagai individu yang dapat berpikir.
Contoh :
Pasien : “Apakah menurut ibu saya harus
mengatakannya pada dokter?”
Apoteker : “Apakah menurut anda, anda harus
mengatakannya?”
Terdapat beberapa karakteristik yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan
yang terapeutik, antara lain:
1. Kejujuran
Kejujuran merupakan modal utama agar dapat melakukan
komunikasi yang bernilai terapeutik, tanpa kejujuran mustahil dapat membina
hubungan saling percaya. Klien hanya terbuka dan jujur pula dalam memberikan informasi
yang benar hanya bila yakin bahwa apotekernya dapat dipercaya.
2. Tidak membingungkan dan cukup
ekspresif
Dalam komunikasi hendaknya menggunakan kata-kata
yang mudah dimengerti oleh pasien. Komunikasi non verbal dapat mendukung
komunikasi verbal yang disampaikan.
3. Bersikap positif
Bersikap positif dapat ditunjukkan dengan sikap yang
hangat, ketulusan, penuh perhatian, dan penghargaan terhadap pasien.
4. Empati bukan simpati
Sikap empati sangat diperlukan sehingga kita mampu
merasakan dan memikirkan permasalahan pasien seperti yang dirasakan dan
dipikirkan oleh pasien. Dengan empati kita dapat memberikan alternatif
pemecahan masalah bagi pasien, karena meskipun kita turut merasakan
permasalahan yang dirasakan pasien,tapi kita tidak larut ke dalam masalah
tersebut sehingga kita dapat memikirkan masalah yang dihadapi oleh pasien
secara objektif. Sikap simpati membuat kita tidak mamapu melihat permasalahan
secara objektif karena kita terlibat secara emosional dan terlarut di dalamnya.
5. Mampu melihat permasalahan
pasien dari sudut pandang pasien
Agar dapat membantu memecahkan masalah, kita harus
memandang permasalahan tersebut dari sudut pandang pasien. Untuk itu kita harus
menggunakan teknik active listening dan kesabaran dalam mendengarkan ungkapan pasien.
Jika kita menyimpulkan secara tergesa-gesa dengan tidak menyimak secara
keseluruhan ungkapan pasien akibatnya dapat fatal, karena dapat saja diagnosa
tidak sesuai dengan masalah pasien.
6. Menerima pasien apa
adanya.
Jika seseorang diterima dengan tulus, seseorang akan
merasa nyaman dan aman dalam menjalin hubungan terapeutik. Memberikan penilaian
atau mengkritik pasien berdasarkan nilai-nilai yang diyakini oleh apoteker
menunjukkan bahwa apoteker tidak menerima pasien apa adanya.
7. Sensitif terhadap
perasaan pasien.
Tanpa kemampuan ini hubungan terapeutik sulit
terjalin dengan baik, karena jika tidak sensitif apoteker dapat saja melakukan
pelanggaran batas, privasi dan menyinggung perasaan pasien.
8. Tidak mudah
terpengaruh oleh masa lalu pasien atau apoteker.
Seseorang yang selalu menyesali tentang apa yang
terjadi pada masa lalunya tidak akan mampu berbuat yang terbaik. Sangat sulit
bagi apoteker untuk membantu pasien jika ia sendiri memiliki setumpuk masalah dan ketidakpuasan
dalam hidupnya.
Lima
sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi
komunikasi terapeutik yaitu:
- Berhadapan. Arti posisi ini adalah “Saya siap untuk anda”.
- Mempertahankan kontak mata. Kontak mata dapat berarti menghargai pasien& menyatakan keinginan berkomunikasi.
- Membungkuk ke arah pasien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar sesuatu.
- Mempertahankan sikap terbuka, seperti: tidak melipat kaki atau tangan. Sikap ini menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.
- Tetap relaks, tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberikan respon pasien.
Sikap
terapeutik dapat teridentifikasi melalui perilaku non verbal antara lain:
- Isyarat vokal, misal: tekanan suara, kualitas suara, tertawa, irama dan kecepatan berbicara.
- Isyarat tindakan, semua gerakan tubuh, termasuk ekspresi wajah dan sikap tubuh.
- Isyarat objek, misal: pakaian dan benda pribadi lainnya.
- Sentuhan.
Adapun
faktor – faktor yang dapat menghambat proses komunikasi terapeutik antara lain:
a) Kemampuan
pemahaman yang berbeda.
b) Pengamatan
atau penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa lalu.
c) Komunikasi
satu arah.
d) Kepentingan
yang berbeda.
e) Memberikan
jaminan yang tidak mungkin.
f) Membicarakan
hal – hal yang bersifat pribadi.
g) Menuntut
bukti, tantangan serta penjelasan dari pasien mengenai tindakannya.
h) Memberikan
kritik mengenai perasaan penderita.
i)
Menghentikan/mengalihkan topik
pembicaraan.
j)
Yang seharusnya mendengarkan malah
terlalu banyak bicara.
k) Kecakapan
yang kurang dalam berkomunikasi.
l)
Kurang pengetahuan.
m) Jarak
fisik.
n) Tidak
ada persamaan persepsi.
o) Mendominir
pembicaraan.
Moral
: Dalam pelayanan kefarmasian sangat perlu dilakukan komunikasi terapeutik.
Karena selain diberikan pengobatan yang tepat, juga diberikan pengertian dan
informasi penting bagi pasien terhadap kondisi dan penyakitnya. Hal ini berguna
untuk meningkatkan taraf kesehatan dan pengetahuan masyarakatnya, sehingga
tercipta masyarakat yang sehat dan
dinamis dengan pengetahuan yang dimiliki oleh masing – masing individunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar